#30HariMenulisSuratCinta
Yogyakarta, 20 Mei 2017
Seperti bulan yang hanya berevolusi pada bumi. Begitu pula aku hanya berputar-putar di sekelilingmu. Tak pernah tau caranya berhenti, tak pernah tau caranya berpindah dan tak pernah tau alasan mengapa aku disini. Kau mungkin heran, tapi aku tentu lebih heran lagi.
Aku tidak pernah berharap apa-apa pada awalnya. Tapi berakhir dengan aku yang paling menginginkan sesuatu. Aku tidak pernah ingin merasakan apa-apa pada awalnya, tapi berakhir dengan aku yang paling menginginkan sesuatu. Aku tidak pernah ingin merasakan apa-apa pada awalnya, tapi berakhir dengan aku yang merasakan sesuatu yang cukup aneh.
Aku tidak ingin memiliki sesuatu pada awalnya, tapi berakhi dengan aku yang merasa kehilangan sesuatu. Aku tidak berharap akan jadi seperti ini pada akhirnya. Aku tidak berharap serumit ini. Aku tidak pernah berharap akan terjadi sesuatu yang berlebihan. Tidak. Tidak pernah sama sekali.
Aku tidak pernah berharap terjebak dengan perasaan ini. Tidak kah kamu tau?
Dan aku tidak tau harus seperti apa sekarang. Harus aku berpura-pura tidak mengenalmu? Haruskan aku tetap seperti biasa? atau haruskah aku mengikuti apa yang kini kau lakukan? Satu waktu seperti orang yang sudah lama saling kenal, namun satu waktu kemudian seperti orang yang tak memiliki memori apapun. Haruskah aku seperti itu?
Hingga akhirnya aku menemukan jawabannya. Aku harus tetap seperti biasa.
Seperti kantung teh yang sudah terlanjur bersentuhan dengan air hangat. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk membuat air tersebut kembali jernih. Hingga ditambahkan gula lalu diaduk dan menjadi teh hangat yang manis. Lalu didiamkan agar tidak terlalu panas untuk dinikmati. Begitu pula dengan kisah ini. Akan kuingat sebagai kisah yang manis nantinya.
Tentang bulan yang jatuh hati pada bumi dan berharap bumi berhenti untuk berevolusi, hanya karena tidak ingin bagian lain dari bumi bertemu dengan sang mentari.
Dari aku yang masih mencoba untuk tidak berevolusi hanya padamu.
~
Hari ke 28
Aku tidak pernah berharap terjebak dengan perasaan ini. Tidak kah kamu tau?
Dan aku tidak tau harus seperti apa sekarang. Harus aku berpura-pura tidak mengenalmu? Haruskan aku tetap seperti biasa? atau haruskah aku mengikuti apa yang kini kau lakukan? Satu waktu seperti orang yang sudah lama saling kenal, namun satu waktu kemudian seperti orang yang tak memiliki memori apapun. Haruskah aku seperti itu?
Hingga akhirnya aku menemukan jawabannya. Aku harus tetap seperti biasa.
Seperti kantung teh yang sudah terlanjur bersentuhan dengan air hangat. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk membuat air tersebut kembali jernih. Hingga ditambahkan gula lalu diaduk dan menjadi teh hangat yang manis. Lalu didiamkan agar tidak terlalu panas untuk dinikmati. Begitu pula dengan kisah ini. Akan kuingat sebagai kisah yang manis nantinya.
Tentang bulan yang jatuh hati pada bumi dan berharap bumi berhenti untuk berevolusi, hanya karena tidak ingin bagian lain dari bumi bertemu dengan sang mentari.
Dari aku yang masih mencoba untuk tidak berevolusi hanya padamu.
~
Hari ke 28
0 komentar:
Posting Komentar