Welcome to my little world

Kamis, 26 April 2012

Aku dan Hujan *cerpen*

Hujan… Saat yang paling aku tunggu. Saat air turun dari langit, saat terdengar suara gemercik air yang mengenai genting, saat semua basah, semua tergenang air hujan.


Di sekolah aku dan teman-temanku terjebak hujan. Memang hujan saat itu cukup deras. Semua yang ada di sana mengeluhkan hal itu, berbeda dengan ku. Aku tersenyum dan merasa sangat bahagia. Karena aku bisa menatap hujan, dan karena hujan telah menahanku bersama dengan sahabat-sahabat terbaikku.


“Huuh… Gila ni ujan ga berhenti-berhenti. Mana nanti aku masih harus les lagi.” Rutu Keke sahabat terbaik dan terbawelku.


“Idiiih. Hujan asik gini.” Kataku tanpa menatap Keke. Tatapanku terus menatap ke depan. Tepat pada bunga-bunga bewarna merah muda berguguran. Indah sekali. Seperti bunga sakura yang berguguran di musim gugur.


“Liat deh Cha. Adik-adik kelas pada main ujan-ujan. Pada ga takut sakit kali ya.” Kata Keke


“Emm. Kalo mereka udah biasa ga mungkin sakit Ke.” Kata Deva yang juga sahabat baikku.


“Eh, kamu kok belum pulang?” tanya Keke ke Deva.


“Ujan gini, masak suruh pulang.” Kata Deva ikut menatap bunga yang ku tatap sedari tadi.


“Bunganya indah banget ya. Kayak bunga sakura di Jepang.” Kata Deva


“Iya. Sandainya kita bisa main-main di sana tanpa terkendala hujan. Pasti asik.” Kata Keke. Aku hanya mendengarkan percakapan mereka tanpa menanggapinya. Kebahagiaanku semakin bertambah setelah aku tau orang yang ku suka pun menunggu hujan reda di depan kelasnya. Tepat di sampingku. Rasanya ingin menyapanya, tetapi rasa malu juga ikut menyelimuti hatiku. Dengan segenap keberanianku, aku pun menyapanya.


“Hai.” Sepatah kata singkat kuucapkan padanya.


“Emm. Hai juga.” Katanya dingin. Sedikit aneh memang. Dia selalu dingin terhadap orang yang belum dikenalnya, tetapi sangat asik diajak berbicara kalo sudah kenal dekat dengannya. Itu kata Deva yang satu kelas dengannya.


“Kamu ngapain masih di sini?” tanyaku tanpa menatapnya. Sebetulnya aku udah tau jawabannya pasti nunggu hujan reda. Tapi dari pada cuma diem-dieman, ya udah aku tanya kayak gitu aja. Sekalian basa-basi.


“Nunggu hujan berhenti. Kamu sendiri?” Tanyanya ke aku. Baru sekali ini dia berbicara padaku. Begitu juga sebaliknya, aku juga baru sekali mengajaknya berbicara. Padahal aku suka dia sejak aku masuk SMP ini.


“Sama.” Jawabku singkat.


Suasana menjadi hening. Aku sibuk dengan pandanganku yang tak henti pada bunga merah muda itu. Dan dia sibuk dengan pandangannya ke adik-adik kelas yang bermain bola di tengah hujan yang cukup deras itu.


“Kamu siapa? Kita kan belum kenalan.” Kataku, sejujurnya aku sudah tau semua tentang dia. Mulai dari nama, tempat tanggal lahir, kakak dan adiknya, alamat rumah sampai benda-benda yang dia sukai.


“Aku Ozy. Kamu?” katanya bertanya balik.


“Acha. Kelas 9 apa?” tanyaku lagi. Memang sedikit aneh saat aku bertanya sesuatu yang memang aku sudah tau betul.


“9b. kamu?” katanya.


“9c. ujannya udah mulai reda. Aku pulang duluan ya.” Kataku berpamitan dan langsung mengajak Keke dan Deva menuju tempat les. Kita bertiga memang sudah bersahabat sejak lama. Kita satu tempat les, satu sekolah bahkan rumah kita satu komplek.


Di tempat les aku tidak terlalu memperhatikan pelajaran saat itu. Pikiranku hanya memikirkan kejadian lucu tadi saat di sekolah, sama sekali tidak memikirkan pelajaran saat itu, pelajaran yang sangat aku benci dan aku pun sangat lemah di pelajaran itu ‘MATEMATIKA’. Semua siswa sangat serius memperhatikan. Berbeda denganku dan Keke yang ada di sebelah ku. Sedari tadi aku hanya menulis-nulis di buku, entah aku menulis apa. Yang jelas terpampang namanya di buku tulisku itu. Sedangkan Keke sedari tadi hanya bermain HP. Lain lagi dengan Deva, dia sangat serius mencatat rumus-rumus dan semua pelajaran yang dijelaskan, maklum dia sangat suka dengan pelajaran ini.


“Cha, nulis apa si kamu?” kata Keke mencoba melihat tulisan yang aku buat.


“Ada deh.” Kataku menutupi tulisan itu.


“Huuh. Dasar Acha pelit.” Kata Keke meledekku, tetapi aku tak menanggapi kata-katanya. Karena saat ini aku memang sedang berbahagia, dan aku tak mau merusak kebahagiaan ku hari ini dengan menanggapi kata-kata Keke dan ujung-ujungnya kita akan saling mengejek.


Jam tepat menunjukkan pukul 4 sore, waktunya pulang dari les. Aku, Keke dan Deva pulang bersama diantarkan sopirku. Setiap les kita bertiga selalu pulang bersama dan sopir yang mengantar kami pulang pun selalu bergantian. Kita bertiga les setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Hari Selasa sopirnya Keke, hari Kamis sopirnya Deva, dan hari ini, hari Sabtu sopirku.


Saat di perjalanan pulang, aku melihat seseorang yang sangat tidak asing untukku. Ozy, ya orang yang berjalan pelan di pinggir jalan itu tak lain dan tak bukan adalah Ozy. Hatiku seperti penuh sesak oleh bunga dan jantungku berdetak lebih kencang. Akupun langsung meminta sopirku untuk berhenti di dekat Ozy. Aku menyuruh Deva untuk mengajaknya pulang bareng. Deva pun langsung keluar dari mobil dan mengajaknya pulang bareng dengan kita.


“Zy, mau kemana lo?” tanya Deva.


“Balik. Lo sendiri?” tanyanya balik, ternyata Ozy orangnya memang sangat tertutup. Persis seperti yang aku tulis di buku ku yang sampulnya tertulis besar ‘SEMUA TENTANG DIA’. di buku itu banyak tertulis tentang Ozy.


“Bareng gue aja yuk. Kita kan searah.” Ajak Deva.


“Ga usah takut ngerepotin.” Kata Ozy singkat. Aku yang melihat dan mendengar itu semua langsung keluar dari mobil dan ikut memaksa Ozy untuk mau pulang bareng.


“Hai. Kita ketemu lagi. Kamu mau kemana? Kok kayaknya buru-buru banget? Bareng kita aja.” Ajakku. Entah kenapa mulutku terasa sangat mudah mengucapkan kata-kata itu ke Ozy. Kata-kata terpanjang yang pernah aku ucapkan untuknya.


“Mau pulang. Aku ga buru-buru banget kok. Kalo bareng aku takut ngerepotin kalian. Lagian kita belum tentu satu arah.” Kata Ozy padaku, itu kata-kata terpanjang yang pernah Ozy katakan padaku. Ozy menatapku. Ya Tuhan, jantungku serasa ingin lepas dan rasanya aku sedang melayang-layang di terbangkan angin yang lembut.


“Ga ngerepotin kok. Kita kan juga pengen tau rumah kamu. Ayolah.” Ajakku lagi. Mataku tak bisa beranjak. Tatapanku terus terarah kearah Ozy. Dan, setetes air jatuh ke telapak tanganku. Ya, hujan kembali datang dan membuatku tambah bahagia.


“Ya udah kalo gitu aku mau. Lagian ini juga udah mau ujan.” Kata Ozy akhirnya setuju.


“Gitu napa dari tadi.” Kata Deva manyun.


“Woy, ayo cepetan. Udah mau ujan.” Kata Keke yang dari tadi hanya di dalam mobil.


Selama di mobil suasana sangat hening, semua sibuk dengan urusannya masing-masing. Aku sibuk memandangi Ozy, dan sibuk mengalihkan pandangan saat Ozy merasa aku memandanginya. Keke sibuk dengan headset yang udah di pasang dikupingnya. Deva, entah dia sibuk apa. Dan Ozy, dia hanya memandangi jalan dan memberitau arah pada sopirku. Mobil yang aku tumpangi ini rasanya seperti mobil yang kosong tanpa penumpang. Semua yang ada di sana hanya terdiam. Mungkin hanya sesekali ada suara pangeranku yang memberitau arah kanan atau kiri atau lurus saja.


“Sepi amat sih. Ga betah banget aku. Ayo donk pada ngomong.” Kataku memecahkan kesunyian, dengan penuh harap agar Ozy yang menanggapi omonganku tadi itu.


“Ni udah ngomong. Ini kan baru ujan, jadi ga mungkin sepi kan buat kamu.” Kata Deva cengengesan. Tidak sesuai harapanku. Deva dan Keke memang sudah tau kalo aku suka banget sama Ozy. Jadi saat Deva menanggapi omonganku tadi dia sambil cengengesan. Dasar Deva nakal *plakk… dipukuli DS.


“Ya udah sekarang kamu ngomong sendiri aja. Kan nanti jadi rame.” Kata Ozy. Dalam hati aku seneng banget dia ngomong ke aku lagi. Tapi di lain sisi aku pengen mukul dia pake sepatu yang aku pake, masak aku suruh ngomong sendiri emang aku gila apa. Idiiih.

“Idiiiih, gila donk aku.” Kataku singkat.


“Pak udah sampe sini aja pak. rumah saya tinggal di depan situ kok pak.” kata Ozy sambil menunjuk ke arah rumah yang cukup luas.


“Thanks ya semua.” Katanya lagi dengan senyuman yang sangat bisa membuatku melayang sampai ke langit ke sembilan #tujuh kurang.


“Masama.” Jawabku singkat dan hanya aku yang menjawab perkataan Ozy tadi.


Setelah mobilku meninggalkan rumah Ozy, kita semua langsung menuju ke komplek rumahku. Suasana hening kembali. Keke tertidur pulas di kursi samping sopir. Aku seperti biasa, menulis sebuah tulisan di buku ‘SEMUA TENTANG DIA’. Deva hanya memandangi jalanan yang basah karena hujan.


Selesai menulis aku ikut memandangi jalan. Semua basah, semua tergenang air. Banjir dan macet. Itu yang terjadi sekarang. Hujan masih turun rintik-rintik. Ku buka jendela mobil dan menghirup udara yang masih berbau tanah, udara dingin pun ikut kurasakan. Ku rasa perjalanan menuju rumah akan memakan waktu banyak. Dan yang pasti ku rasakan hari ini sangat melelahkan, tetapi hari ini hari yang sangat berkesan untukku. Aku pun menutup jendela mobil dan mulai mengikuti hal yang Keke lakukan, tidur.


Beberapa hari setelah kejadian yang mengesankan itu terjadi. Aku melakukan semua kegiatan seperti biasa. Tak ada yang aku ubah. Semua berjalan seperti biasa. Seperti kehidupanku yang semula. Hanya ada aku dan sahabat-sahabatku. Setiap istirahat tak pernah berhenti aku mencari informasi tentang pangeranku itu dengan sembunyi-sembunyi, jangan sampai dia mengetahui itu. Mungkin kegiatan itu akan aku lakukan selama aku masih menjadi siswa di SMP ini. Dan mungkin akan terjadi lagi di SMA kalo kita sama lagi di SMA. Tapi aku harap dia bisa tau dan peka terhadap perasaanku itu. Semoga.


“Cha, ada kabar gembira.” Kata Deva mengagetkanku. Dan berhasil membuat Keke sewot.


“Kamu ni kenapa si kalo ga ngagetin? Untung kita ga punya penyakit jantung. Coba kalo jantung kita copot. Mau nuker apa?” kata Keke sewot. Aku hanya tertawa melihat tingkah Keke.


“Hahahaha… aku ke sini tu bawa kabar gembira.” Kata Deva tertawa.


“Kabar gembira buat siapa?” tanyaku


“Buat kamu. Aku udah dapet nopenya Ozy.” Kata Deva. Akupun langsung berdiri, tersenyum dan bahagia sekali. Satu informasi yang paling aku butuhkan. Deva memang sahabat terbaikku dah, setelah Keke. Heheee


“Bagi donk.” Kataku mengemis kepada Deva.


“Es krim conello satu.” Kata Deva.


“Enak aja. Kalo pake syarat mending kita minta sendiri aja.” Kata Keke yang masih sewot dengan Deva.


“Minta aja kalo berani.” Kata Deva. Aku dan Keke langsung meninggalkan Deva yang masih duduk di bangku kantin pojok. Kami berdua langsung menuju kelas 9b yang berada di atas, di samping kelasku. Di sana dapat ku lihat Ozy duduk dengan buku di tangannya. Dia terlihat seperti sedang menulis. Aku dan Keke langsung menghampirinya. Rasa malu kembali menyelimutiku. Apa ini yang akan selalu aku rasakan setiap bertemu dengannya? Aduuh, keringat mulai membasahi tanganku. Tanganku mendadak menjadi dingin. Kenapa ini? Tanyaku pada diriku sendiri. Tapi aku tak menemukan jawaban untuk pertanyaan itu. Satu yang kuharapkan sekarang. Hujan datanglah, hibur aku dengan suara gemercik mu.


“Ngapain kalian ke sini?” tanyanya ke aku dan Keke.


“Emm, ini aku cuma nganter Acha. Dia katanya mau minta nopemu.” Kata Keke ngasal. Aku yang merasa sangat malu langsung menginjak kaki Keke dan berbisik ‘gila lo Ke’. Keke hanya membalas dengan senyuman tak bersalahnya.


“Oooow. Tadikan aku udah kasih ke Deva. Kalian minta aja ke dia.” katanya

.

“Deva nya pelit.” Kataku singkat.


“Ya udah, kamu catet gih. 085*********.” Katanya memberi senyuman dan nopenya ke aku. Sungguh bahagia hari ini. Bunga-bunga muncul kembali di hatiku.


“Thanks ya.” Kataku dan langsung berlalu keluar kelasnya Ozy. Keke hanya mengekorku saja.


Hari demi hari ku lalui dengan rasa bahagia selalu. Musim hujan sudah hampir berakhir. Ku harap kedekatanku dengan Ozy tak akan berakhir. Aku dan Ozy memang menjadi lebih dekat sejak saat itu. Tapi aku tetap tidak melupakan Keke dan Deva yang banyak membantuku itu. Mungkin hujan hari ini adalah hujan terakhir untuk musim hujan tahun ini. Semoga musim hujan tahun depan lekas datang.


Satu hari sebelum ujian tengah semester. Panas terik matahari membakar kulitku. Aku sangat benci dengan keadaan ini. Rasanya sangat malas keluar dari ruangan. Tapi kalo aku di dalam ruangan terus rasanya pengap. Serba salah, itu yang aku benci. Tengah pelajaran yang membosankan, aku dan Keke meminta izin pergi ke kamar mandi. Izin palsu, kami berdua pergi ke kantin. Kami membeli minuman dingin. Lumayan, minuman dingin itu dapat membuat badan kami segar kembali. Tapi, Ooo…. Ada dua orang yang ada di hadapan kami. Ozy dan Deva, mereka memergoki kami bolos pelajaran. Memang agak sering aku dan Keke membolos pelajaran. Dan semua sudah tau itu.


“Hayoo, bolos lagi ya?” goda Ozy. Benar kata Deva, Ozy orangnya asik diajak ngobrol kalo udah kenal deket.


“Hehehe, kalian juga. Bosen banget di kelas.” Kataku, rasa malu yang selalu menyelimuti hatiku itu sekarang sudah mulai menghilang. Semua itu karena sahabatku.


“Ga kok, lagian kita kan cuma mau lewat sini aja.” Kata Deva ngeles. Ada satu hal yang sering sekali aku perhatikan, Keke. Setiap ada Deva, pasti mata Keke berubah menjadi lebih bersinar dan dia selalu terlihat ingin tersenyum, tetapi senyumannya selalu tertahan di ujung bibir saja. Aku selalu memperhatikan itu. Sudah lama ku perhatikan tetapi tak satu jawaban untuk menjawab pertanyaanku. Kenapa Keke? Ada apa dengannya? Pertanyaan yang sudah lama ada di benakku.


“Udah yuk Cha, kita ke kelas aja.” Ajak Keke. Dan kita berdua langsung meninggalkan Ozy dan Deva.


Ujian tengah semester pun berakhir. Itu artinya, waktuku untuk belajar sebelum Ujian Nasional tinggal beberapa bulan saja. Aku harus lebih rajin dan giat belajar. Beberapa teman-temanku juga melakukan hal yang sama denganku, belajar giat. Aku, Keke dan Deva juga semakin sering belajar kelompok bersama, memang kurang seru rasanya tanpa ada Ozy.


Terdengar gosip, entah benar atau tidak. Gosip itu mengatakan bahwa Ozy akan pindah ke Makassar setelah lulus SMP ini. Rasa takut kehilangan Ozy muncul di setiap ruang di hatiku. Mungkin terlalu berlebihan. Tapi memang itu yang aku rasakan sekarang. Aku sekarang lebih menjaga jarak dengan Ozy. Rasanya memang sangat berat untuk mencoba menjaga jarakku dengan Ozy. Tapi ini aku lakukan agar aku terbiasa dengan keadaan jauh dari Ozy. Hanya Keke yang tau mengapa aku menjadi seperti ini. Karna dia, bisa dibilang tempat sampahku. Setiap ada masalah, aku pasti cerita kepada Keke. Begitu juga sebaliknya, aku juga tempat sampahnya Keke. Mungkin Ozy dan Deva sudah merasa aneh dengan sifatku ini. Mereka berdua sering menanyakan tentang hal ini. Tapi aku tak akan memberi tau mereka sekarang, akan ku beritau kalau waktunya sudah tepat.


Di kantin sekolah


“Cha, aku mau ngomong sama kamu bentar. Boleh ga?” tanya Ozy.


“Boleh, ngomong aja.” Kataku mencoba cuek. Tapi tetap tak bisa. Mataku tetap ingin memandangnya.


“Ayo ikut aku.” Kata Ozy sambil menarikku. Ingin ku melawannya. Tetapi tenagaku tak kuat untuk melawannya. Semua yang ada di pikiranku selalu berkebalikan dengan semua yang ada di hatiku. Apa yang terjadi ini? Tuhan tolong aku…


Di bangku taman sekolah. Di atasku tepat terdapat pohon bunga yang berwarna merah muda yang sangat indah itu. Satu-satunya pohon yang aku sukai di sekolah ini.


“Cha, kamu sekarang kenapa jaga jarak banget sama aku Cha? Emang aku salah apa sama kamu?” tanya Ozy merasa bersalah.


“Kamu ga salah apa-apa kok. Cuma aku baru pengen gitu aja.” Kataku. Airmataku terbendung di kelopak mataku. Ku harap airmata ini tak jatuh sekarang. Jangan sekarang. Aku ingin air langit jatuh dan membasahi bumi gersang ini. Tapi sayang, aku bukan pengendali hujan. Air langit itu tak akan jatuh di musim kemarau ini.


“Mulutmu bisa berbohong Acha. Tapi matamu, ga akan pernah bisa bohong. Aku bisa liat kesedihan dan ketakutan yang teramat di matamu itu. Jujur aja Cha sama aku.” Kata Ozy penuh perhatian. Kali ini mengapa airmataku jatuh bercucuran. Sudah tak bisa ku tahan lagi airmata itu. Mungkin memang ini saatnya aku jujur. Saatnya aku memberanikan diri mengungkapkan segala yang aku rasakan selama ini.


“Iya Zy. Aku emang baru sedih banget. Aku takut kehilangan pangeranku. Pangeran yang sejak lama aku nanti. Semua orang mengatakan pangeran itu akan pergi jauh. Aku takut dia ga kembali lagi. Tapi kalo itu yang memang harus terjadi, aku ga bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa menerima kenyataan pahit itu.” Kataku dengan muka yang penuh airmata. ‘dan pangeran itu adalah kamu Zy.’ Lanjutku dalam hati.


“Pangeranmu ga akan pergi kemana-mana kok Cha. Dia pasti akan selalu di hatimu. Selama kamu masih mau menjaga hatimu untuk pangeranmu itu.” Kata Ozy. Aku tak berani menatap Ozy. Tapi kalo aku terus menunduk, dia bisa tau kalo aku suka sama dia. aku ga mau itu terjadi. Belum waktunya.


“Semoga. Ku harap dia ga pergi.” Kataku miris.


“Pangeranmu itu ga akan pergi ke Makassar, Acha. Dia bakalan terus ada buat kamu.” Kata Ozy. Aku kaget, kenapa dia tau kalo pangeranku itu adalah dia. wajahku langsung terangkat. Kutatap Ozy dengan penuh tanda tanya. Bunga merah muda berguguran tertiup angin. Suasana menjadi sangat indah. Aku harap angin ini membawa air langit kemari.


“Kamu pasti kaget. Aku udah tau itu sejak lama. Deva yang kasih tau aku. Saat itu aku juga kaget dengernya. Rasanya tak mungkin kamu bisa suka sama aku. Kamu kan orang yang bisa dibilang dari golongan atas. Kenapa bisa suka sama aku yang notabene dari golongan bawah? Itu aneh aja untukku.” Kata Ozy. Di sudut bibirnya terdapat senyuman kecil. Tapi senyuman itu sangat bermakna untukku. Rasa malu menyelimutiku kembali.


“Menurutku, aku suka sama orang itu ga mandang materi. Mau dia kaya, mau dia miskin, mau dia gimana pun. Tapi kalo aku suka ya udah, apa boleh buat.” Kataku asal jawab. Biar lah asal jawab, masuk akal ga masuk akal terserah dah. Yang penting aku jawab pertanyaan itu. Setelah aku menjawab pertanyaannya itu, Ozy terlihat hanya menunduk. Entah mengapa, tapi aneh saja. Dia tak biasa seperti itu. Rintikan hujan mulai kurasakan. Senyuman ku mulai berkembang kembali. Terimakasih Tuhan kau kabulkan doaku.


“Sama Cha. Aku juga suka sama kamu. Tapi aku ga pernah berani ngungkapin itu. Mungkin aku terlalu penakut.” Katanya. kata-kata yang sangat aku tunggu-tunggu sejak awal masuk SMP dulu. Kata ‘aku juga suka kamu’ terngiang-ngiang di telingaku. Rasanya hatiku bermekaran penuh bunga, jantungku berdetak sejuta kali lebih cepat. Senang sekali aku hari itu.


“Ga kok Zy. Kamu bukan penakut. Kalo kamu penakut, terus aku apa? Aku juga sama. Aku juga ga berani ngungkapin perasaanku. Sekarang kita masuk yuk. Hujan udah mau dateng. Kita ke atas aja yuk.” Ajakku dengan senyuman. Ozy mengangguk dan langsung menggandeng tangan kananku. Aduuuh, serasa terbang di angkasa.


“Kita langsung ke tempat kita awal kenalan aja ya. Di depan kelasku.” Kata Ozy. Ya Tuhan, ternyata dia masih ingat tempat itu. Tempat di mana aku bisa menatap hujan dan bunga-bunga yang berguguran. Senangnya aku hari ini.


Di atas, di depan jendela kelas 9b Keke dan Deva sudah menungguku dan menunggu Ozy. Mereka juga terlihat sangat bahagia. Mata Keke, seperti biasa setiap ada Deva. Bersinar dan terlihat senyuman di ujung bibirnya. Tapi senyuman itu kini sudah tak tertahan lagi. Ku lihat tangan mereka bergandengan. Ya, tangan Keke dan Deva bergandengan. Apa mereka? Sudah ah, dari pada larut dengan perasaan penasaran langsung saja ku tanyakan.


“Kalian tumben gandengan. Jangan bilang kalo kalian…” kata-kataku terpotong.


“Iya bener.” Kata Deva singkat.


“Selamat ya. Waah, kembar ni ceritanya.” Kata Ozy. Kembar? Apa maksud nya? Entah apa maksudnya. Tapi saat Ozy bilang kembar Deva dan Keke langsung tertawa dan mengucapkan kata selamat ke aku dan Ozy. Mataku langsung memandang Ozy, menandakan aku tak mengerti dengan semua ini.


“Maksud aku. Kita jadiannya bareng.” Kata Ozy. Ha? Apa? Jadian? Tak mengerti aku maksud semua ini.


“Kan kita belum…” lagi-lagi kataku terpotong. Aku benci itu.


“Kan kita udah bilang sama-sama suka. Hahaha….. ya udah, Acha kamu mau jadi cewe ku ga?” kata Ozy ngakak. Aku kesal dengan itu.


“Ga.” Kataku langsung pergi ke dalam kelas ku.


Keke, Deva dan Ozy hanya heran melihat tingkahku. Mereka mengejarku masuk ke dalam kelas. Di kelas ku tulis besar-besar di sebuah sobekan kertas. ‘GA BISA BILANG GA’. Semua yang ada di situ tertawa. Kecuali Ozy, dia terlihat manyun. Mukanya lucu sekali. Manyun tapi mukanya merah. Hahahaa… aku pun ikut tertawa.


Ternyata gosip Ozy akan pergi ke Makassar itu benar-benar salah. Ozy tetap melanjutkan sekolah di kota ini. Ujian Nasional sudah ku tempuh. Semua berjalan dengan lancar. Sesuai harapanku. Aku, Keke, Deva dan Ozy lulus dengan nilai yang bagus. Nilai yang sangat bisa di banggakan. Kita berempat berencana masuk ke SMA yang sama. Mungkin sudah suratan takdir, kita selalu bersama. Bersama dengan sahabat dan orang yang kita sayangi, hal yang paling indah di dunia. Mulai sekarang dan seterusnya, aku tak akan menyia-nyiakan hidup ku ini. Hidup yang sangat sempurna ini. Semoga kita semua akan selalu bersama, dalam suka ataupun duka. Aku sayang kalian sahabatku. Aku sayang kamu pangeranku.

0 komentar:

Welcome to my little world

Diberdayakan oleh Blogger.

Temukan Aku di...

Followers

© Bienvenue, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena