Yogyakarta, 13 November 2018
Kebodohanku yang pertama adalah menemukanmu di sana, berbicara sebentar, bercanda, dan kemudian mengagumimu.
Aku baru menemukan seseorang yang begitu cerdasnya mengamati segala sesuatu. Seperti menemukan aku yang lain yang selama ini tidak pernah kutemukan. Seperti berbicara dengan diri sendiri dan berdiskusi tentang hal-hal yang aku sukai. Bedanya, kamu seorang lelaki, dan aku perempuan yang tiba-tiba saja kehilangan ketenangan.
Kebodohanku yang kedua adalah mencintaimu.
Ya, dengan frekuensi bertemu sesering it dan kenyataan bahwa aku melakukan kebodohan awal dengan 'mengagumimu', sepertinya memang tinggal menunggu waktu sampai tahap aku mencintaimu. Dan waktunya sudah datang sekarang. Sebenarnya aku juga belum siap, tapi kenyataanya, kedatangannya memang sering tidak tepat waktu. Dan hatiku yang jatuh itu, aku menunggu untuk kamu tangkap.
Kebodohanku yang ketiga adalah menunggumu.
Menunggu sampai kamu bersiap menangkap hatiku yang jatuh setelah itu. Aku sampai menghitung hari, jam, dan detik bertanya-tanya apakah sekarang waktunya kamu menangkap hatiku? Sejam kemudian bertanya lagi, apakah sekarang? Hari berikutnya bertanya masih terus bertanya lagi, apakah sekarang? Dan aku terus menunggu, hari, minggu, dan mungkin bulan. Sampai kemudian semuanya buyar sejak kedatangan perempuan itu.
Kebodohanku yang keempat adalah masih mencintaimu.
Ya, bahkan ketika perempuan itu datang dan mengambilmu dari semua kesempatan kita bertemu, aku masih juga mencintaimu. Berpura-pura paling tau bahwa cintamu kepada perempuan itu hanyalah sementara. Cepat atau lambat cintamu akan pudar dan kemudian menangkap hatiku yang sudah terlanjur jatuh kala itu. Jadi, aku akan membiarkan hatiku tetap mengambang dan melayang terus di sekitamu. Aku akan tetap menunggu.
Kebodohanku yang kelima adalah itu, masih tetap menunggu.
Sialnya, ternyata cintamu tidak segera memudar. Kamu, terus berbahagia dengannya. Menikmati setiap menit kebersamaanmu dengannya. Hingga pada suatu malam, dalam kelelahan dan kesakitan yang sangat karena terus menunggumu, aku kemudian berbincang dengan hati dan pikiranku. Ini harus berhenti. Semakin lama aku melakukan ini (terus menunggumu, semakin lama juga aku sakit hati). Kemudian kami (aku, hati, dan pikiranku) memutuskan untuk mulai hari ini berhenti mencintaimu. Ini keputusan bulat. Titik.
Kebodohanku yang keenam adalah melanggar keputusanku sendiri dengan memilih untuk tetap mencintaimu.
Ya, ini terasa sangat bodoh. Keputusan yang telah diperhitungkan secara matang, aku langgar sendiri. Ternyata, aku lebih memilih untuk terus sakit hati daripada menyerah dan pergi. Ternyata, umtuk beberapa waktu kemudian aku harus bersiap untuk terus menerus sakit hati.
Sekarang, aku merasa dubia sedang mengasihani hatiku dan memandang kesal kepadaku karena kesalahanku ini.
Kebodohanku yang ketujuh adalah (masih) tetap menunggumu.
Ini fatal dan menurutku keterlaluan. Setelah berbulan-bulan tanpa harapan, aku masih menunggumu untuk menangkap hatiku yang jatuh itu. Padahal, tandanya sudah sangat terlihat. Kamu tidak akan menangkapnya sampai kapan pun bahkan walaupun hatiku sudah satu sentimeter di atas tanganmu. Dan kenyataannya, memang yang terjadi seperti itu. Hatiku tidak pernah ditangkap olehmu. Dan itu melelahkan. Setidaknya bagiku. Bagimu mungkin tidak.
Saat ini juga, dunia mengutukku dan membela habis-habisan hatiku yang menjadi korban karena keegoisanku.
Kebodohanku yang kedelapan adalah meratapi banyaknya waktu yang terbuang karena mencintai dan menunggumu.
Berlama-lama bersedih dan memikirkan kenapa kamu bisa semengagumkan itu dan kenapa aku harus mengenalmu. Lalu mulai berpikir kenapa perempuan itu yang kamu tangkap hatinya dan bukan aku. Dan semalaman, berjatuhan ratusan 'kenapa-kenapa' lainnya, bersama ketumbanganku. Iya. Yang kamu baca benar. Ada tulisan 'ketumbanganku' di sana. Aku memang tumbang. Lalu memangnya itu masalah untukmu?!
Kebodohanku yang kesembilan adalah masih hidup di masa lalu dengan kamu tetap berlalu lalang di pikiranku.
Ini sangat menyesakkan, tapi seperti itu kenyataannya. Bukan kamu yang salah, aku yang selalu membawamu ke mana pun. Ke derasnya hujan, ke dalam lagu, ke dalam setiap tulisan, ke heningnya malam, ke gelapnya mimpi. Lihat bukan? Aku yang sudah gila. Mungkin, aku harus berhenti melakukannya, berhenti menjadi gila.
Kebodohanku yang kesepuluh adalah selalu menggerutu tentang kesembilan kebodohanku di atas, tapi tidak juga berhenti melakukannya.
Juga menyesali kenapa dari kesembilan kebodohanku itu, semuanya tentang kamu. Ada yang pernah tau cara menghentikan semua kebodohan ini agar rasa sakitnya berhenti?
Tapi, sepertinya kebodohanku akan terus berlanjut. Oh ya, semoga kebodohanku yang berlanjut itu bukan lagi tentang kamu.
Semoga, kebodohanku selanjutnya ini, menemukan orang yang memiliki kebodohan yang sama sepertiku. jadi, namanya bukan lagi kebodohan, tapi saling berbahagia dalam mencintai.
0 komentar:
Posting Komentar