Yogyakarta, 12 Juli 2018
Kata orang, jika kamu tidak bisa mengatakan perasaanmu, tuliskan dulu. Ini, aku sedang menuliskannya. Menuliskan perasaanku.
Tapi tentu saja aku tidak begitu panda merangkai kata, jadi aku akan menuliskannya semampuku.
Kita itu sebenarnya lucu. Saling menemani, tapi tidak pernah ada ucapan saling mencintai. Meski kamu dan aku sama-sama tau, bahwa setidaknya, aku mencintai. Mencintai kamu. Dan kamu tau benar tentang bagaimana mencintainya aku itu. Karena tidak ada yang bisa ditutupi, apalagi dengan sebegitu seringnya aku memujimu, dan sebegitu memperhatikannya aku detail tentangmu.
Kita itu lucu. Selalu saling mengerti. Jika aku bercerita, kamu diam mendengar. Jika kamu yang bercerita, aku diam mendengar dan berdebar. Lalu kemudian aku membagi porsi hatiku, setengah untuk rinduku pada ceritamu, sisanya untuk mencintaimu. Lihatkan, porsinya selalu untuk kamu.
Kita itu lucu. Seringkali saling memperhatikan, tapi sama-sama berusaha agar tidak ketauan. Aku tidak tau apa alasanmu, tapi kalau aku lebih kepada agar rinduku tersamarkan. Bagaimana pun (mungkin) ada seseorang di sana yang juga menemanimu. Yang selalu membuyarkan awan fantasi kecil yang muncul di kepalaku ketika mengenangmu. Meratakan apa pun bayangan indah tentang kata "kita" menjadi hanya "aku" dan "kamu".
Kamu pernah merasa cemburu? Kalau belum, kamu bisa menanyakan rasanya padaku. Rasanya tidak enak sama sekali. Apalagi cemburu kepada seseorang yang bahkan tidak kamu miliki. Seperti aku, yang sering mencemburuimu.
Dan kamu pernah merasa sangat rindu? Aku rindu. Tapi aku tidak tau apakah kamu merasakan persis sams sepertiku. Persisi, ya, persis. Bukan hanya sekedar teringat tentang aku. Itu bukan rindu. Itu hanya mengingatku.
Dan kamu tau seberapa melelahkannya itu? Apalagi ketika aku tau keadaanmu sedang tidak baik, tapi aku tidak bisa menanyakan kabarmu hanya karena takut di sana (mungkin) ada dia yang menjagamu. Itu melelahkan sekali. Percayalah padaku.
Apa lagi yang haru kutuliskan? Sebentar. Aku tidak terbiasa menulis dan merangkai kata sekaligus, jadi aku tulis langsung saja apa yang ada di pikiranku. Untuk itu, aku harus berpikir baik-baik dulu.
Oiya, kamu bagaimana kabarnya? Kalau boleh jujur, aku ingin sekali melihatmu tertawa atau mendengar suaramu bersenandung. Apalagi pada saat matahari mulai bersembunyi dan melarikan diri ke bagian bumi yang lain. Apalagi ketika hujan menyapa, yang tidak hanya membawa miliaran tetes air tapi juga ribuan bayangmu yang berjatuhan di kepalaku. Apalagi ketika aku mendengar lagu favoritmu dan tiba-tiba saja secara otomatis, aku memutar rekaman apa pun tentangmu di ingatanku.
Aduh, ketika mencoba memperindah kalimatku malah kelihatan membingungkan ya? Maaf. Aku hanya menuliskan apa adanya saja.
Tentang ingin sekali melihatmu atau mendengar suaramu bernyanyi itu, benar adanya. Aku tidak menambahkan dan tidak mengurangi. Kalau ada waktu nanti, tentu saja waktu yang dipunyai aku dan kamu, dan tentu saja kalau Tuhan menghendaki, boleh aku meminta kesempatan itu? Sekali saja. Untuk kurekam dalam ingatanku, dan suatu saat akan aku putar berkali-kali. Untuk kuceritakan bahwa aku pun pernah menjadi gadis paling bahagia.
Dan ketika itu, aku ingin mengataka sesuatu persis di depan matamu. Kalaupun tidak bisa, setidaknya menggunakan suaraku saja. Kalau tidak bisa juga, setidaknya melalui tulisan. Bukan yang ini, tapi benar-benar yang kutulis untukmu dan yang bisa membacanya juga hanya kamu.
Kalimat yang akan kusampaikan itu sederhana, bahwa aku mencintaimu, bahwa aku selalu rindu denganmu.
Itu saja dulu. Maaf kalau tulisanku berantakan dan tidak bagus.
Oya, ini terakhir. Tidak ada yang tau bahwa sebenarnya kita masih saling memiliki, setidaknya menurutku seperti itu. Kamu memiliki waktuku, aku memiliki kenangan tentangmu. Kamu memiliki rinduku, aku memilki setiap detail yang kukerahui tentang kamu. Sesederhana itu.
Nanti ada masanya dimana kita saling mengingat apa saja yang dulu dilakukan berdua. Lalu diam dalam jeda, karena tiba-tiba kita merindukannya.
0 komentar:
Posting Komentar