Yogyakarta, 25 Desember 2017
Kalian tau bianglala? Beberapa tahun lalu aku menangis melihat beenda bulat besar itu. Berputar-putar mengerikan diatas ketinggian. Aku sangat takut. Tapi kemudian ibu menggenggam tanganku, ibu bilang bianglala itu baik. Dia tidak akan menyakitimu, apalagi menghempaskanmu hingga jatuh.
Diatas bianglala, aku akan melihat hal-hal baru yang belum pernah terjamah oleh sepasang bola mata kecil kala itu. Ibu yakinkan, bahwa aku bukan penakut. Bianglala saja sih bukan apa-apa untukku.
Karena Ibu. Untuk Ibu. Aku mengambil langkah pertama menuju bianglala. Baru saja satu langkah, ah sialnya ketakutan itu kembali menyergapku. Rasanya sakit sekali. Dalam hati terapal pinta, Ibu tolong usir rasa takut ini untukku.
Tanpa perlu berkata-kata, Ibu mengerti ketakutanku. Ibu berjanji akan menemaniku menikmati putaran pertama bianglalaku.
Ah, akhirnya itulah kali pertama aku mengenal bianglala. Ibu, terimakasih atas pengertian untuk segala cemas dan takut yang tak terkalahkan.
Kali ini aku dipertemukan kembali dengan bianglala. Hanya saja jika dulu orang yang memegang tanganku adalah Ibu. Sekarang yang berdiri di sampingku adalah Kamu. Ini memang bukan bianglala pertamaku, enta yang kedua, ketiga, atau ah entahlah itu tidak penting menurutku karena sekarang tetap saja bianglala membuatku takut seperti dulu.
Mengapa?
Karena bianglala yang kutemui sebelum ini ternyata membuatku jatuh dan lukanya belum hilang hingga Kamu datang sekarang. Awalnya, Kamu juga meyakinkan aku bahwa bianglala yang kamu perkenalkan kali ini tidak akan menambah daftar luka yang harus aku obati. Bianglala yang ada di depan kita akan membuat siapapun yang berputar bersamanya merasa seperti layang-layang. Terbang. Ringan
Karena Kamu Untuk Kamu, Aku belajar berani. Ini tidak akan sulit. Ya, seharusnya tidak akan sulit. Sebelum tiba-tiba ada yang berteriak tepat dihadapanku. Di depan wajahku. Tepat.
Katanya Kamu tidak cukup kuat menghalau angin yang akan menderamu, lihat saja Kamu hanya akan disakitinya. Ah, benarkah begitu?
Kamu, mengapa malah diam saja?
Tidak bisakah mengatakan sesuatu yang membuatku berani?
Mengapa malah diam saja?
Tidak bisakah merasakan ketakutanku?
Ohya, mungkin aku berhayal terlalu tinggi saat berharap kamu mampu mengerti cemasku, mampu merasakan ketakutanku, tanpa aku harus berkata apa-apa, tanpa aku harus bercerita. Ya, aku hanya berharap terlalu tinggi. Aku yang salah.
Kamu tidak akan mau menemaniku seperti Ibu. Hahahaha, tentu saja tidak. Kamu pasti takut aku akan merepotkan selama perjalanan. Kamu pasti mulai bertanya-tanya, jangan-jangan bianglala yang Kamu perkenalkan memang tidak cocok denganku. Kamu mulai ragu, Tapi mungkin Kamu terlalu baik untuk berkata jujur. Mungkin kamu takut menyakitiku, karenanya Kamu memilih diam. Haha, yasudahlah.
Hai Kamu, terakhir. Aku hanya ingin memberitau. Bianglala itu, yang kamu perkenalkan padaku. Tau kah? Orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan sayang. Bianglala itu, yang kamu perkenalkan kepadaku.
Sekarang, aku memilih menikmati setiap putaran demi putarannya sendiri. Ya, aku saja. Sendiri
0 komentar:
Posting Komentar