#30HariMenulisSuratCinta
Yogyakarta, 17 Februari 2017
Hai Son, sahabatku. Jika dan hanya jika kalian berkenan hendak
aku memanggil kalian begitu. Sebagaimana aku ingin memanggil kalian begitu.
Apa kabar kalian? Aku sengaja meluangkan waktu untuk membuat
ini disela kegiatanku yang mulai memuncak, agar kalian tau, kemanapun aku
menuju, apapun yang aku lakukan, kapanpun waktunya, hatiku tetap tertambat pada
kalian. Aku tak tau harus bagaimana memulai surat ini. Karena sebagaimana awal
nya ketidak sengajaanlah yang mempertemukan kita, dan aku amat berterimakasih
kepada ketidaksengajaan yang mempekenalkan aku pada kalian. Akan ku lakukan
apapun agar kubisa berada di wisuda, pernikahan, maupun khitanan anak kalian
nantinya. Haha
Son, aku mengutip dari cerita-cerita yang pernah aku baca “no
one understand me quite like you do” adalah intrepretasiku atas bagaimana cara
kita saling memahami dan mengerti satu sama lain tanpa perlu terucap kala
permintaan, dan aku menyayangi kalian sebagaimana aku menganggap kalian adalah
kakak-adikku. Karena taka da yang lebih menyenangkan ketika aku menggenggam
jemari kecil anakku nanti dan mengetuk pintu rumahmu lalu mengucap salam lalu
melihat anak-anak kita berbagi gelak tawa seperti kita.
Son, sepuluh tahun atau dua pulu tahun lagi jika raga masih
mengikat jiwa kita, tak akan pernah ku sia-siakan waktu untuk bertemu dengan
kalian. Kelak kita bertemu lagi berbagi perih dan tawa yang sama. Namun bukanlah
tentang pemilihan ketua kelompok musik, perpisahan, atau membahas materi
pramuka yang akan disampaikan nanti yang mempertemukan kita dulu. Sebagaimana dulu
kita duduk berurutan dan bersampingan di “North Side Of NiCe”
Tidak ada orang lain yang mengerti sebagaimana besar rasa
saling mengasihi kita. Mereka hanya tau bahwa kita sekumpulan remaja saling
sindir, saling nyinyir, dan saling ejek. Mereka tak perlu tau berapa banyak
derai air mata yang kita bagi bersama, seberapa erat genggaman kita kala kita
jalan bersama di jalan raya, berapa banyak kita salig berebut mentraktir, bagi
mereka hanya kekonyolan dan ketidakbergunaanlah yang kita lalui.
Aku ingat kita pernah mengikat janji akan bertemu saat libur
semester setidaknya sekali. Tapi maaf karena begitu banyak kegiatan dadakan
sehingga libur semester berakhir kita belum bertemu juga. Maafkan aku. Tapi aku
hanya ingin kalian tahu, nama kalian dapat dipastikan akan bertengger di
skripsiku kelak. Aku berjanji.
Terimakasih banyak sahabatku, RINSON, karena menerimaku
sebagaimana aku, mau berbagi waktu, tangis, tawa, sindirian, ejekan, batagor,
cilok, esteh, mie ayam, jajanan kantin make, kelas 9c, basecamp, nyanyian,
kucing, bus, PePeh, dan semua masa putih-biru bersamaku.
Dari aku, Ima. Yang paling sering bikin kalian sebal dan
berujung bilang “terserah kamu aja im” sama semua tingkahku.
~
Hari ke 18
(Hari ke 18 aku pilih buat RINSON soalnya selama putih-biru ku
aku absen 18)
0 komentar:
Posting Komentar