Yogyakarta, 16 Mei 2024
Aku 'tau' kamu akan pergi. Aku hanya tidak tau akan secepat ini.
Dari awal, aku sudah ikhlas. Bukan saat kamu memutuskan pergi, tapi justru saat kamu datang dan mengajakku berpasangan. Eh, bukan. Bahkan saat awal berkenalan. Mungkin karena aku sudah belajar dari pengalaman, kalau orang, secinta-cintanya kita atau mereka, bisa pergi dan datang.
Yang awal saling sayang, bisa menjadi seperti dua orang asing kemudian. Yang awalnya sudah punya rencana-rencana untuk tetap bersama, ternyatta berpisah juga ujungnya. Dua orang bisa berencana menjadi suami-istri, tapi baru benar-benar terjadi kalau keduanya sudah benar-benar menjadi suami-istri. Jika masih rencana, seberapa persenpun kepastiannya, tetaplah masih wacana. Masih rencana. Seperti halnya orang yang 100% yakin bisa bangun pagi untuk jogging, tapi keesokannya bisa saja memilih untuk tidur lagi.
Dari sana aku mengerti, semua masih tidak pasti sebelum itu pasti. Kita tidak pernah tau kemungkinan apa yang terjadi, seberapapun yakinnya kita pada apa yang kita inginkan untuk terjadi.
Begitupun kamu. Setelah kita menjadi sepasang, aku tau dua hal. Kita bisa berpisah, atau tetap berpasangan. Dengan waktu yang berjalan masih terlalu banyak kemungkinan. Masih banyak orang lain yang akan kita temui. Bisa jadi salah satu dari kita menemukan cinta baru lalu memutuskan pergi. Pada saat itu mungkin salah satu dari kita memang tidak setia, atau memang sebenarnya tidak benar-benar jatuh cinta. Hanya merasa nyaman ketika berdua, bukan berarti itu cinta. Kenyamanan tidak berarti sama dengan rasa sayang.
Aku tidak mau berpikir buruk. Aku berpikir realistis. Sebelum kita menjadi suami-istri, berarti kita memang belum suami-istri. Tentu aku berharap itu yang terjadi. Tetapi, aku juga harus bersiap-siap kalau bukan yang kuinginkan yang terjadi. Itulah kenapa aku 'tau' kamu akan pergi. Bukan pasti, tetapi berjaga kalau benar terjadi kamu pergi.
Aku merasa kita harus bahagia. A-KU. Aku harus bahagia. Denganmu atau dengan orang lain nantinya. Bahagia tidak harus bersama orang yang kita inginkan. Tetapi, kalaupun iya, tentu itu bahagia yang lebih menyenangkan. Kalau pun tidak, aku harus tetap bahagia. Bersama siapapun itu yang ditakdirkan, di tempat manapun aku berada, dengan apa saja yang aku punya.
Dan benar. Aku 'tau' kamu akan pergi. Aku hanya tidak tau akan secepat ini.
Tetapi, tau apa yang paling menyakitkan tentang kamu? Aku tidak harus berpura-pura menjadi orang lain saat bersamamu. Itu. Itu yang paling menyenangkan tentang kamu. Menjadi diri sendiri itu menyenangkan. Dan mungkin itulah yang membuatku nyaman.
Mungkin karena itulah, di pikiranku sudah benar-benar tertanam di kepala: ini orangnya, orang yang aku inginkan untuk kujadikan pasangan selamanya. Ibuku menyukaimu. Katanya kamu sopan, bisa menyapa Ibu dengan baik, dan sabar. Sesuai untukku yang kadang mendadak menjadi orang yang sangat menyebalkan. Sesuai untukku dan kita pasti akan bahagia. Lagi, itu kata Ibu.
Lalu pesanmu datang dengan isi kalimat yang kurang menyenangkan. "Ah, akan ada hal buruk," Aku tau.
Kamu berulang mengirimiku pesan, dan aku terus mengabaikanmu, lebih dari berkali-kali. Kalau sampai kamu mengirimiku pesan dengan isi yang kurang enak dan berkali-kali bahkan saat kuabaikanpun tetap kamu mengirimiku terus. Berarti yang akan terjadi berikutnya akan sangat tidak baik-baik saja.
Di hatiku berharap semoga ini bukan akhir, tapi di kepalaku justru berkata untuk bersiap karena di sinilah semua harapan itu akan berakhir.
Aku tau penyebabnya. Aku mencoba menyembunyikannya. Ah, tapi tetap saja. Mau aku sembunyikan juga kamu sudah termakan emosi. Masalahnya lagi, aku bukan orang yang baik dalam menjelaskan. Aku memberi makan emosimu. Aku mengiyakan hal itu, tanpa melakukan pembelaan.
Lalu di sana. Hal yang lebih menakutkan dari yang paling kutakutkan kalaupun kita berpisah terjadi. Dari beberapa opsi yang kemungkinan akan terjadi, aku terkejut kemungkinan ini yang kemudian menjadi nyata.
Aku 'tau' kamu akan pergi. Aku hanya tidak menduga kamu ternyata orangnya seperti apa.
Satu pelajaran lagi. Kita bisa seolah-olah benar-benar mengenal seseorang sepenuhnya, tetapi kita tidak akan pernah memahami jalan pikirannya sepenuhnya.
Selalu berharap yang terbaik, tapi juga bersiap untuk kemungkinan yang terburuk. Hanya saja, aku tidak mengira ada yang lebih buruk dari perkiraanku yang terburuk.
♥