Hehehe.
Lama aku tidak berselancar di blog. Kemudian ah aku bingung mau pakai kemudian atau tiba-tiba. Baik aku pakai tiba-tiba saja. Tiba-tiba aku melihat tulisan ini di blog salah satu tempatku berselancar. Karena aku memang orangnya suka ikut-ikutan, yaudahlah aku gas aja.
1. Your real name?
Hikmatul Husna. Singkat aja kan ya? Hehe. Sebetulnya nenekku yang memberi nama. Menurut cerita ayah ibuku, dulu nenek memberi 3 pilihan nama. Lalu entah kenapa ayah ibu memilih nama itu. Kata ayah, awalnya beliau hanya asal aja pilih itu lalu abis dicari artinya ternyata bagus. Dengan arti "Kebijaksanaan yang paling indah, atau kearifan yang memancarkan kebaikan." Banyak doa baik yang dipanjatkan. Akan kuusahakan menjadi seperti harapan pada doa itu.
2. Your current pen-name? When do you start using your current pen-name?
Fel. Hehe, mungkin sih itu. Di dunia maya lebih banyak yang mengenalku dengan nama Fel. Hehe, jauh sekali dari namaku ya.
Aku mulai menggunakan nama Fel sejak aku mulai bermain game online. Ehehe, nah mulai dari sana mereka mulai mengenalku dengan nama Fel.
3. The story behind your pen-name?
Jadi gini, awal mula dari kesukaanku dengan kucing. Lalu ada ni kartun dengan tokoh utama Felix. Mulai dari situlah muncul nama Felixavia Nyx Raduga Lazuardi. Dan biar enak panggilnya, diambillah satu suku pertama. Fel.
4. Where to find you?
Kalian bisa menemukanku pasti di blog ini. Hehe, tapi kalau mau ngobrol lagi boleh loh ya, hubungi aku di berbagai media sosial di bawah ini
Instagram: @urnicenightmare
Telegram: @urnicenightmare
Facebook: Hikmatul Husna
Tiktok: @fffffeeeeelllll
5. Why do you write?
Haduh, gimana ya. Aku juga bingung mulai menjelaskannya dari mana. Awalnya jelas karena alasan pribadi si. Oke, pertanyaan "Why" selalu dijawab dengan "because"kan, maka dari itu aku akan menjawab pertanyaan ini dengan banyak karena:
a. .... Karena menulis membantuku untuk menjadi waras. Aku yakin, seandainya aku tidakbtau caranya menulis kisah ke dalam kata-kata, mungkin aku akan berakhir di rumah sakit jiwa dengan segala pikiran gilaku tentang kehidupan dan kematian. Hehe. Separah itu kah? Hmmmm, gak juga sih. Tapi, well.... You know, setiap penulis memiliki kegilaannya sendiri yang hanya bisa dimengerti oleh dirinya sendiri dan Tuhan. Hehe
b. .... Karena menulis mengajarkanku bahwa kata-kata itu seperti racun tapi juga obat di waktu yang sama. Kita hidup di dunia yang penuh kepalsuan. Di dunia maya yang tidak memiliki filter orang-orang pun bebas menuliskan apa pun yang ingin ditulis. Ia menyebar seperti racun, hingga mempengaruhi otak kita. Namun, kadang kata-kata bisa menjadi obat bagi siapa pun yang membacanya. Kata-kata sederhana di hari yang penat bisa menjadi obat pelipur lara.
c. .... Karena menulis itu menyenangkan. Ada sesuatu yang ajaib dari kegiatan yang satu ini. Sesuatu yang tidak bisa digantikan oleh kegiatan lain. Kadang ketika aku tidak menulis di waktu yang lama, aku menyadari rasa rindu yang menggebu di sela dadaku. Aku ingin menulis. Aku ingin menulis. Aku ingin menulis. Perasaan itu begitu sederhana. Sesederhana ketika aku masih kanak-kanak lalu orang tuaku membawakan oleh-oleh setelah seharian berpergian. Rasanya menyenangkan dan membuatku bahagia, walau hanya dengan menuliskan tulisan random.
Eh, panjang juga ya "karena"nya. Kukira hanya akan beberapa baris. Tapi, yaudah sih yaa..
6. Where do you usually get inspiration for your writing?
Cerita itu datang ketika ia ingin didengar. I can have a thousand ideas, but most of them die before they even touch the page. Kadang bukan aku yang memilih cerita — mereka yang memilihku. Dan kalau mereka nggak datang, ya sudah, aku nggak akan memaksa. Aku bukan pahlawan buat inspirasi yang malas mampir.
7. Genre you usually write?
Romance? Not really. I just write whatever I’m currently feeling. Balik lagi, aku cuma menuliskan hal-hal yang ingin kuungkapkan saat itu. Tapi ya… sebagian besar memang berujung di cinta. There’s something fascinating about it — love. Aku selalu tertarik menulis tentang sisi lain dari cinta: the beauty, the mess, and the parts that hurt just enough to make us feel alive.
8. Genre you usually read?
Sama aja — mostly romance. Lebih sering ke teenlit love gitu. Aku baca sesuai kata hati aja, nggak ada aturan khusus. Tapi aku paling menikmati kalau ada unsur fantasinya juga. Maybe because my brain isn’t creative enough to write fantasy, so I just read it and let other people’s imagination do the work for me.
9. Current interest in writing?
Lately, I’ve been into writing short stories. Dulu aku susah banget nulis cerita yang ada dialognya — selalu berakhir kayak naskah drama, atau malah nggak jadi ada dialog sama sekali. Setelah tanya ke banyak teman tentang gimana cara bikin cerpen yang seimbang… eh, malah keterusan. Sampai akhirnya seri #catatanhariini jadi agak terlupakan. Tapi ya, begitulah — kadang hal yang awalnya cuma latihan malah jadi rumah baru buat kata-kataku.
10. Your typical favorite fictional character?
Aku suka tokoh yang manusia tapi bukan manusia baik-baik. Maksudnya, dia punya sisi gelap, punya kekurangan, tapi bisa menghadapinya tanpa drama berlebihan. Kadang malah sadar betul betapa rusaknya dia, tapi tetap berfungsi, tetap hidup. That’s the kind of character that feels real to me — flawed, aware, and still moving.
11. Name your own favorite fiction(s) and the reason why?
Aku bukan tipe pembaca yang bisa setia pada satu tokoh fiksi. Every time I finish a book and move to another, I feel like meeting a whole new person — and somehow, the previous ones fade away. Nama mereka pun sering cuma tinggal samar di kepala.
Tapi kalau harus jujur, aku pernah lama stuck di Kai, tokoh dari The Salad Days
karya Dy Lunaly. Ada sesuatu dari cara dia melihat hidup — tenang tapi
berantakan, lembut tapi keras kepala. He felt real. Bukan pahlawan,
bukan korban, cuma manusia yang lagi berjuang biar nggak tenggelam.
After that, ya balik lagi ke siklus biasa — falling for characters I’ll probably forget later. Maybe that’s the beauty of it: I don’t stay, but every story leaves a scratch somewhere inside me.
12. It might sound narcistic, but what's something special from your writing?
Kalau ditanya apa yang spesial dari tulisanku....honestly, I'm not even sure. Setiap aku menulis, rasanya kayak melepaskan versi diriku yang berbeda. Kadang tenang, kadang pahit, kadang terlalu logis sampai gak berperasaan. Tapi selalu jujur. I don't really write to impress. — I write to feel, and to make oothers feel something too. Mungkin hal paling spesial dari tulisanku adalah they're never perfect, buut they're alive and they're mine.
13. Aspect yu still feel lacking?
I think I still lack consistency. Sometimes, I write with too much emotion, other times I overthink every word until tthe feeling fades. I'm still learning how to balance jonesty and structure — to let my word flow, but still land wherre they're supposed to. Tapi ya, mungkin di situlah serunya menlis. It's a never-ending process of finding your voice.
14. Biggest challenge you ever encountered when writing something?
Honestly, my biggest challenge is typing my handwriting drafts. Aku suka nulis pakai tangan dulu, tapi pas waktu ngetik ke blog.....langsung hilang mood. Kadang cuma karena males baca tulisanku sendiri yang acak-acakan. So yeah, not writer's block — just pure laziness with my own handwriting. Karena malasku ini tulus tanpa alasan.
15. About your writing, what do you want to acccomplish next?
Jujur. I don't expect much anymore. Dulu, aku punya rencana besar — pengen lihat tulisanku jadi buku, ada pen-name ku di sampulnya. Mungkin sekedar bukti aku pernah serius sama sesuatu. Tapi ya, ternyata dunia penerbit tidak seromantis itu. Sudah sempat dapat respon, laluu di-ghosting begitu saja. Classic.
Sekarang aku menulis bukan buat mengejar apa-apa lagi. I write to myself — for the silence after a long day, for the thoughts that don't fit anywhere else. Kalau dulu aku menulis untuk di dengar, sekarang aku menulis supaya aku tetap waras.
16. What is something you usually avoid when writing?
I usually avoiud writing when I'm not in the mood. Karena kalau dipaksakan, rasanya sepperti mengkhianati cerita itu sendiri. Kata-katanya hilang denyut, perasaannya memudar, dan berakhir tidak terasa milikku lagi.
Sometimes I walk away, sometimes I forget what I wanted to sassy — dan jujur saja, mungkin itu lebih baik dari pada pura-pura peduli.
17. What is something you want to improve from your writing?
I thunk there's still a lot I need to improve from my writing. Sometimes the feeling doesn't hit deep enough, the floow feels dull even to me. And I still struggle to give my characterrs reall names and real souls — that's why I often end up asking for help.
Mungkin intinya, aku ingin tulisanku lebih 'hidup'. Bukan sekedar bisa dibaca, tapi bisa dirasakan. Kalau sekarang belum sampai ke situ. Ya sudah — aku terus belajar aja.
18. Do you have other interest aside from writing? And reason why?
Aside from writing, yes — I have a few quiet hobbies. I like covering songs, coloring, watching movies, and playing games. Basically, I enjoy things that doesn't require too much interactions with people.
Selain menulis, aku memang suka hal-hal yang bisa kulakukan sendirian dan tenang. Bukan karena anti-sosial, tapi karena di situ aku bisa benar-benar 'jadi diriku sendiri' tanpa harus menjelaskan apa pun ke siapa pun.
19. If you have ability to master one skill in one night. What skill will you choose?
If I could master one skill over night, I'd probably choose singing first — karena jujur aja, my voice currently sounds like a mouse begging for mercy. It'd be nice to finally sing without hurting my own ears.
But then again, drawing sounds equally tempting. I can color for hour, losing myself in the silence, but I can't even draw a proper face. It's frustrating — beautiful color trapped in my head with no lines to contain them.
And, of course, writing. I wish I could wake up one day and click — suddenly everything I write flows effortlessly, emotional sharp, and deeply alive. Maybe I'd finally stop rewriting the same sentence fifty times.
At the end of the day, I just want to master something that feels....honest. Karena selama ini aku cuma bisa berusaha bikin hal biasa terlihat hidup, walaupunn hasilnya belum tentu seindah itu. Maybe that's my platypus curse — too many parts that don't belong together, trying so hard to make sens, but somehow....still alive
20. Protips from you to whomever read this?
Don't romanticize the struggle — capek tu tetep capek, no matter how poetic you make it sound. You don't have to bloom beautifully, kadang survive aja udah cukup kok.If nobody claps for you, yaudah. Tepuk tangan sendiri bentar, terus lanjut lagi.
Jangan terlalu percaya sama "everything happenns for a reason" karena kadang emang yaudah kejadian aja tanpa reason. But hey, you're still here. That's counts for something.♡
●●●
Well, itu dua puluh hal tentang diriku. Tidak istimewa, tapi juga nggak sepenuhnya biasa. Aku cuna seorang yang masih berusaha berdamai dengan hal-hal yang tidak bisa dijelaskan, termasuk diriku sendiri.
Aku nggak akan menandai siapapun — bukan karena malas atau sombong, tapi karena sebagian besar tempat yang dulu terasa ramai sekarang sudah sepi. Mungkin memang begitu nasibnya dunia blog, ya? Orang-orang pergi, menyisakan jejak yang pelan-pelan memudar.
Tapi kalau kamu kebetulan nyasar ke sini, lalu membaca sampai akhir — terima kasih. Mungkin di antara kata-kata yang random ini, ada satu dua yang terasa familiar di hatimu juga.
Kalau iya, silakan tinggalkan jejak. Siapa tauu kita bisa saling berbagi cerita — bukan untuk mencari akhir bahagia, tapi sekedar menemukan sedikit tenang di antara semua yang belum selesai.
Maybe that's it. Aku cuma menulis supaya kepalaku tidaka terlalu bising. They're not perfect words, but they'r mine. Kalau kamu sampai sini — terima kasih. At least someone's listening.
— fel ♡
0 komentar:
Posting Komentar