Yogyakarta, 12 Juni 2021
Saat aku menulis kata pembuka ini, aku menyadari. Kita memiliki kesamaan, tidak pandai memulai kata. Rasanya tidak pernah ada ucapan "Hallo" dariku, atau "apa kabar" darimu. Terakhir kali bertemu kita hanya terdiam, terpisah meja. Lantas "Bagaimana kabar pacarmu?"
Detik itu kamu hanya menjawab sekenanya dan celoteh merambat. Setelahnya aku baru sadar, aku berbicara dengan lelaki berkekasih.
Sama halnya dengan kita terlampau bodoh untuk mengerti bagaimana cara melambati dan berdesis selamat tinggal. Bukan melakukannya dengan pelukan hangat ataupun saling mendoakan. Kita kebih memilih untuk diam-diam melenyap.
Hey
Aku lupa, apakah aku pernah bertanya hal ini padamu? Are we meant to be?
Hal ini terkadang aku bergumam sebelum tidur. Atau setelah aku membuka kembali tulisan-tulisanmu dulu. Atau setelah aku membaca kiriman pesan darimu bertahun silam. Atau setelah aku gagal menghilangkanmu.
Aku pernah membaca. Jika kamu mencintai sesuatu, maka lepaskanlah. Jika dia kembali, maka itu memang milikmu.
Sebenarnya aku membaca itu setelah kita melalui masa sulit, setelah kita menyerah. Setelah kita memutuskan untuk saling melepaskan genggaman. Setelah aku hilang asa. Saat itu, aku tidak memikirkannya. Pikirkan, bagaimana bisa aku melepaskan sesuatu yang aku cintai? Ungkapan bodoh.
Semesta mungkin berkonspirasi. Mungkin mereka mengerti bahwa di atas apapun, aku membutuhkanmu. Kamu kembali untuk kesekian kalinya, seakan menegaskan bahwa genggaman tangan kita seperti magnet berlawanan kutub. Saling menarik, saling mencari, dan berputar, hanya untuk saling melekat.
Kamu memberi semu yang legit. Aku terlena pada setiap gigit. Aku mencoba pikun, bahwa sesuatu yang indah tidak pernah berlangsung lama. Bahwa kamu tidak pernah mencoba untuk keluar dari zona nyamanmu. kamu tidak akan pernah berani mengambil keputusan yang mengubah hidupmu. Such a coward. Kamu memilih untuk bertahan pada cara yang sama, melepaskan genggamanku yang tidak pernah berhenti kamu minta kembali pada kasih yang hambar.
Maka ketika aku membiarkanmu pergi, aku setengah berharap kamu kembali. Sesuatu yang membuatmu pergi, pada waktunya akan membuatmu kembali.
Dan aku mencoba yakin.
Hey, kamu tidak berpikir catatan ini akan berhenti di sini kan? Pada kalimat aku akan separuh memohon padamu untuk menggenggam tanganku?
Kamu tentu saja tidak.
Karena aku tidak lagi membutuhkan ungkapan picisan seperti itu lebih jauh. Aku tidak membutuhkanmu untuk menggenapkan jari-jariku untuk menyempurnakan detakku.
Karena aku sadar aku layak dicintai oleh orang yang lebih baik. Yang sanggup keluar dari cangkangnya yang hangat untuk bersamaku di udara yang lembab. Yang akan selalu memilihku saat dibimbagkan pilihan. Yang tidak akan melepaskanku.
Karena aku layak mencintai orang yang mencitai diriku.
Hanya diriku. Tak terbagi.
0 komentar:
Posting Komentar