Naya seorang gadis kecil yang setiap hari hanya duduk di atas kursi roda. Sejak 2 tahun yang lalu dia terlihat selalu murung. Kecelakaan itu telah merenggut nyawa orang tua dan adiknya, dan telah membuat kedua kakinya lumpuh. Sekarang dia hanya tinggal bersama nenek dan seorang kakak perempuannya. Setiap hari dia hanya duduk di kursi rodanya. Setiap ingin bermain selalu saja diejek teman-temannya.
Suatu hari, saat Naya pergi ke rumah pamannya,
dia melihat ada sebuah rumah tua yang terlihat sudah tidak berpenghuni. Naya
pun bertanya pada kakak sepupunya yang bernama Jenna.
"Kak, rumah itu rumah siapa? Kok serem
banget?" tanyanya.
"Gak tau, Nay. Kata Ayah aku gak boleh ke
rumah itu, rumahnya kosong tapi serem dan angker banget. Gitu katanya."
kata Jenna menjelaskan. Tetapi bukan Naya kalau dia langsung menuruti nasehat
orang yang belum tentu benar.
Malam itu, Naya berniat ke rumah tua itu. Dewi
Fortuna sepertinya sedang berpihak ditangan Naya. Paman dan semua keluarganya
pergi dan Naya diminta untuk menjaga rumah. Ya, dia tidak menjaga rumah. Dia
pergi ke rumah tua itu.
"Permisi, ada orang di sini?"
Teriaknya saat pertama kali masuk ke rumah tua itu.
Dengan susah payah dia dan kursi rodanya
memasuki ruangan demi ruangan. Dia melihat sebuah piano putih. Sudah lama Naya
tak bermain piano. Dia pun akhirnya bermain piano sambil bernyanyi. Suara
merdunya pun memenuhi ruangan itu.
Tiba-tiba terdengar suara tepukan tangan,
"Suara kamu bagus banget. Permainan piano kamu juga kayak udah
profesional." Kata seorang anak perempuan seumuran dengannya.
"Ka..kamu si..siapa?” Kata Naya
terbata-bata karena takut.
“Tenang saja, tidak usah takut. Namaku Diana.”
Kata anak perempuan itu.
“Aku Naya. Kamu anak yang tinggal di sini?”
Tanya Naya mencoba tenang. Walaupun dia masih takut.
“Iya. Tapi aku hanya sendiri di sini. Kamu
kenapa bisa sampai sini?” Tanya Diana ramah. Tapi seramah ramahnya Diana masih
saja tetap membuat Naya takut.
“Aku hanya penasaran kenapa aku dilarang masuk
ke sini. Kelaurga kamu mana?” Tanya Naya masih berhati-hati.
“Keluargaku sudah meninggal saat ada perampokan
di rumah ini. Perampok itu berjumlah 3 orang. Mereka membunuh orang tuaku dan
mengambil seluruh hartaku. Saat itu untungnya aku bisa bersembunyi dari tragedi
itu.” Kata Diana sedih.
“Maaf, aku membuatmu sedih.” Kata Naya merasa
bersalah.
“Hm, tidak apa-apa kok. Kamu mau jadi temanku?”
kata Diana.
“Haha, mau kok. Aku mau.” Jawab Naya terkekeh.
“Kalo gitu, aku boleh minta tolong tidak?” Tanya
Diana ragu.
“Dengan senang hati Diana. Minta tolong apa?”
“Tolong jagain buku yang ada di deket meja itu.
Buku harian yang berwarna hijau itu.” Kata Diana.
“Astaga, baiklah.” Kata Naya tersenyum. Diana
pun mengambil bukunya.
“Ini bukunya. Kamu gak dicariin lama-lama di
sini?” Tanya Diana.
“Oiya, aku lupa. Aku harus pulang.” Jawab Naya.
“Ya sudah. Kamu pulang dulu aja. Jangan lupa
bawa buku ini.” Kata Diana.
“Aku pulang dulu ya. Aku kapan-kapan boleh
datang ke sini lagi kan?” Tanya Naya ragu.
“Kalau masih ada waktu buat kita bertemu.” Jawab
Diana.
“Pasti ada waktu.” Kata Naya yakin. “Maybe”
balas Diana mengangkat bahu
“Aneh.” Kata Naya dalam hati sembari
meninggalkan tempat itu.
Keesokan harinya Naya merasa ada yang aneh
dengan dirinya. Dia melihat dari jendela kamarnya. Rumah Diana tak tampak lagi,
yang terlihat di sana hanyalah puing-puing rumah yang berserakan. Karena dia
terlalu penasaran dia berlari keluar kamar. Dia tak sadar bahwa kakinya itu
dulu divonis lumpuh, syaraf-syarafnya sudah putus, tapi tidak tau bagaimana dia
sekarang bisa berlari keluar kamar.
“Naya, kaki kamu sudah sembuh nak?” Tanya Paman
terkejut sekaligus senang sekali melihatnya.
“Ha? Oiya aku lupa. Aku terlalu bersemangat. Jadi
gak sadar ternyata aku gak pakai kursi roda.” Kata Naya ikut senang ketika
menyadari kakinya sudah sembuh.
“Ya ampun. Syukurlah. Kakimu sembuh. Kamu
sekarang bisa bermain sama teman-temanmu.” Kata Jenna.
“Hehe. Paman, aku mau Tanya. Rumah serem yang
kemarin ada di depan rumah itu mana?” Tanya Naya. Suasana mendadak menjadi
hening.
“Rumah itu tadi malam sudah dibongkar. Mungkin
karena kamu kecapekan jadi kamu tidak mendengar peristiwa pembongkaran rumah
itu.” Kata Paman.
“Terus gadis kecil yang tinggal di sana gimana?”
Tanya Naya lagi.
“Gadis kecil mana?” Paman balas bertanya. Jenna
tidak mengerti apa yang sedang Naya katakan, “Gadis kecil apaan si Nay?” Kata
Jenna.
“Gadis kecil yang namanya Diana itu lo Paman.
Yang rambutnya panjang sebahu, ramah, murah senyum itu.” Kata Naya mencoba
menjelaskan.
“Diana? Dia sudah meninggal. Bahkan dia
meninggal saat Jenna belum lahir. Saat itu keluarganya dirampok. Para perampok
itu membunuh keluarga Diana. Diana berhasil selamat karena dia saat itu sedang
bermain kemari. Lalu dia sempat tinggal di sini. Dia sangat pintar bernyanyi
dan bermain piano. Kamar Diana itu kamar yang sekarang kamu pakai. Beberapa bulan
dia tinggal di sini, lalu keluarga dari neneknya menjemput Diana. Saat perjalanan
menuju rumah neneknya, mobil yang ditumpangi Diana kecelakaan. Kali itu Diana
tak bisa luput dari maut. Dia kini sudah meninggal. Dia dikuburkan di TPU di
Bandung sana.” Kata Paman menjelaskan sejelas mungkin.
“Paman pasti bohong. Tadi malam itu Naya main ke
rumah seram itu dan bertemu Diana. Dia memberikan buku hariannya ke Naya. Dia
juga minta tolong ke Naya buat ngerawat buku hariannya.” Kata Naya menangis
sedih.
“Naya, semalem itu kamu langsung tidur. Aku
lihat sendiri jam 7 setelah Ayah pergi kamu langsung tidur.” Kata Jenna.
Naya pun berlari kekamar dan mengambil buku
harian hijau milik Diana itu. “Ini bukunya. Ini bukti kalau Naya tadi malem
beneran ketemu Diana. Diana itu teman Naya yang pertama, yang baik dan tulus
mau jadi teman Naya.” Kata Naya masih terisak.
“Naya, mungkin dia merasa kamu memang paling
pantas untuk menjaga buku ini. Tapi Paman benar-benar tidak bohong. Diana itu
sudah meninggal belasan tahun yang lalu.” Kata Paman mencoba menenangkan Naya.
“Mungkin benar Naya cuma mimpi. Tapi Naya gak
mau lupain Diana. Dia teman Naya.” Kata Naya mengusap air matanya.
“Sudah sekarang kamu makan dulu saja.” Kata
Jenna.
Beberapa tahun setelah kejadian itu, Naya sudah
berumur 18 tahun. Dia kini mempunyai banyak sahabat dan ada satu orang special menurutnya,
orang itu bernama Harry, teman satu kampusnya. Saat liburan Naya dan Harry mengunjungi
makam Diana.
“Diana, aku sudah menepati janjiku. Aku sudah
kunjungi kamu lagi. Aku sudah jaga buku harian kamu. Sekarang aku mau ucapin
makasih, karena buku kamu, aku jadi punya sahabat yang banyak. Kamu memang
sahabat terbaik aku. Aku janji ajy pasti gak akan melupakanmu.” Kata Naya
sambil menabur bunga.
Setelah berdoa untuk Diana, Naya pun kembali pulang
ke Jakarta. Saat Naya meninggalkan makam Diana, tampak bayangan Diana di
samping makamnya. Diana menatap Naya dari kejauhan dan berkata, “Makasih Nay,
kamu sudah mau menjadi sahabatku. Makasih Nay, makasih, makasih banget.” Kata Diana
dan dia pun berangsur menghilang dan tak pernah terlihat lagi.
~
0 komentar:
Posting Komentar