Yogyakarta, 14 Mei 2020
Saat itu aku melihatmu meringkuk di bawah pohon, di dekat genangan air sisa hujan siang tadi. Mungkin kamu tidak peduli pada hidup dan mati, bahkan jika nanti hujan turun lagi, dan kamu akan mati menggigil, kamu mungkin sudah tidak peduli. Karena itu kucoba untuk merengkuhmu, membersihkanmu dari tanah yang menempel di bulu hitam putih-mu. Kamu berhenti berteriak, dan merengkuh dalam pelukku, merasakan hangatnya
Aku jatuh cinta padamu. Pada mata abu-abu, biru, hijau, entah warna itu. Selalu berubah setiap terkena cahaya. Pada bulu halusmu yang berwarna hitam-putih mirip Panda. Kamu berhenti menjerit, kini kamu meringkuk tertidr di pangkuanku. Merasakan denyut jantungmu, dan helaan nafasmu. Kamu pantas selamat.
Aku berani bertaruh, dari setiap manusia yang melewatimu ketika kamu menjerit nyaring. Hanya sebagian kecil atau bahkan tidak ada sama sekali yang peduli padamu. Mungkin menurut mereka, kamu hanya makhluk hidup yang numpang lewat, tidak ada gunanya dan hanya memenuhi jalan.
Tidak banyak yang peduli walaupun kamu sudah menjerit senyaring itu, dengan pita suara yang mungil seperti itu. Suaramu mungkin hanya disamakan dengan suara tokek yang ada di gudang atau suara cicak di dinding. Kadang malah ada yang mengusirmu dan merasa terganggu oleh suaramu. Bahkan tokek diburu dan si cicak dibuatkan lagu. Tapi Kamu, ada seperti hantu, tidak seperti ada.
Tubuh mungil hanya berbalut kulit serta bulu, walaupun kamu sudah merapatkan badanmu serapat mungkin tapi angin dingin masih suka mendekatimu. Tidak ada Ibu, tidak ada Ayah. Saudara apalagi, yang ada diingatanmu jalanan panjang dan orang yang berlalu-lalang. Jika sedang beruntung mungkin ada orang yang mau membagi sisa-sisa tulang atau daging yang gosong. Tapi jika keberuntungan sedang menjauhimu, kadang ada orang yang tega berbuat hal tidak baik padamu.
Kamu tidak pernah merasakan hangatnya berada di dalam rumah ketika hujan sedang deras-derasnya. Selama ini yang kamu rasakan hanya dingin dan kasarnya aspal jalanan. Tapi kamu masih berusaha menjerit senyaring mungkin berharap Ibu menjawab atau Ayah menjemput pulang. Berbahagialah kamu meski Ayah dan Ibu tidak tau dimana, aku yakin sekarang kamu sudah sepenuhnya pulang, aku akan menjagamu dengan segala kemampuanku. Sementara ini berteman baiklah dengan Kuning.
Selamat hidup, Kucing kecil. Di sini kutuliskan catatan yang tidak akan pernah kamu baca. Ah, atau jika suatu saat nanti kamu mati, lalu di kehidupanmu mendatang kamu menjadi manusia, sadarlah, bahwa tulisan ini untukmu.
Untuk seluruh kucing di luaran sana, yakinlah suatu saat malaikat-malaikat tak bersayap akan menjemputmu pulang ke rumah.
Salam hangat,
dari teman Kuning yang lain
0 komentar:
Posting Komentar