Yogyakarta, 21 Agustus 2022
Dari sudut cafe, aku melihatmu.
Kamu masih menyerukan suara bariton yang khas. Lantunannya menggema, menyihir ke semua arah. Begitu juga dengan aku yang ada di dalamnya. Nyatanya, kamu tetaplah sempurna. Definisi sempurna cukup selaras dengan pandangan semua orang. Rahang keras membingkai wajah, bibir tipis dan sorot mata kuat. Tubuh tegap dengan kaki jenjang memikat. Seseorang, sebutkan apa yang cacat dari sosokmu.
Tidak ada.
Aku merasa dekat denganmu. Aku tau kamu masih suka bertingkah seperti anak kecil ketika bersama temanmu. Bumi dan Langit jika melihatmu bernyanyi hari itu. Aku tau bagaimana masa kecilmu dilewatkan. Aku tau sekeras apa kamu mengejar impianmu. Bahkan sekecil aku tau apa saja jadwalmu hari ini, besok, atau minggu-minggu ke depan.
Hanya itu?
Mungkin iya. Mungkin tidak.
Aku masih melihatmu dari ujung cafe, sambil menyesap cappuccino yang menggapai dasar. Mencuri pandang dirimu yang kini masih menikmati denting piano. Melirik kecil pengunjung yang tergila padamu.
Kamu dan duniamu. Tersalut oleh kapsul imajiner. Sekalipun aku tau perangaimu, aku tetap tidak mengerti alasanmu di baliknya. Meski aku ingat jadwalmu hingga detail terkecilpun, aku tidak tau bagaimana perasaanmu hari itu. Aku tidak tau siapa yang ada di hatimu. Aku tidak tau apa yang mengganjal kebahagiaanmu. Aku tidak tau bagaimnaa mengikis sedihmu. Aku tidak tau.
Kamu dan duniamu. Aku melihatmu; dan aku merasa jauh.
Aku melihatmu, dan kamu tidak sepercik kilat matapun melihatku.
Haha, ironis.
Juntai nada berhenti, juga dengan vokalmu yang membahana. Kamu menunduk, berucap terimakasih. Aku berdiri, meninggalkan tip lalu pergi.
Aku tidak mengerti, Kamu dekat, seperti jauh bagiku.
Aku menyerah.
0 komentar:
Posting Komentar