Yogyakarta, 28 Januari 2020
Kadang aku sering tidak sengaja memikirkanmu. Padahal waktu itu aku sudah bioang kalau aku tidak merindukanmu. Tapi itu tidak sengaja kok.
Hai kamu apa kabar? Bagaimana kerjamu? Apa masih membosankan seperti dulu? Bagaimana kbar ibu? Bagaimana kabar adik-adikmu? Ah terlalu banyak tanda tanya ya. Kamu kan tidak suka kalau terlalu banyak tanda tanya begitu. Sebenarnya aku sengaja agar kamu tidak suka denganku juga. Jadi mungkin aku akan lebih mudah untuk tidak suka denganmu. Lalu aku dengan mudah tidak memikirkanmu lagi.
Teorinya semudah itu ya. Beberapa bulan lalu aku juga mengatakan itu. Aku bilang kalau memikirkanmu hanya akan membuang waktuku. Tapi bukinya malah aku selalu ingin tau banyak tentangmu.
Kata orang-orang biarkan waktu menyembuhkan. Tapi kenapa sampai sekarang waktu belum juga menyembuhkan? Bahkan kadang semakin melukai. Apa ada yang salah? Atau karena aku masih selalu mencari tau segalanya tentangmu? Jadi waktu pun tidak mau menyembuhkan?
Teman pernah memintaku untuk mencari penggantimu. Tapi, bukan begitu caranya. Aku tidak mau menyakiti orang lain dengan cara yang sama kamu menyakitiku. Aku tidak setega itu. Aku tidak mau jika orangt itu menyayangi orang yang masih terjebak masa lalunya. Itu sangat menyakitkan. Aku tidak setega itu.
Terserah kalian menganggap apa aku ini. Kepandaian nalarku sudah hilang sejak aku mengenalmu. Dulu aku pandai matematika, pandai akuntansi, dan bahkan pandai menafsirkan definisi yang mungkin sulit untuk dipahami semua orang. Si aku yang pandai itu sudah lama pergi. Jejaknya menyisakan luka. Kenangannya meninggalkan debu. Kemudian terbang ke langit berganti menjadi aku yang bodoh. Haha, bisa begitu ya? Ada-ada saja aku ini.
Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai rasa. Tapi aku tidak pernah tau manusia macam apa kamu ini. Aku sudah berjuang, kamu dengan mudahnya mematahkjan itu semua. Lali, untuk apa kamu memberi peluang? Kalau kamu masih terus terjebak di masa lalumu. Kemudian, ketika masa lalumu pergi, kamu merangkak datang dengan hatimu yang kosong itu. Saat itu kukira aku siap mengisinya. Aku kira kamu akan membiarkanku mengisi kosong tersebut. Lagi-lagi, aku terlalu banyak berkhayal.
Kamu yang datang tadi tidak memintaku untuk menetap. Tapi kamu hanya mencari pembantu untuk rumahmu yang kosong itu. Tidak apa-apa, dan aku masih baik-baik saja. Setidaknya saat itu aku masih bisa menatap wajahmu setiap hari, membantumu menyiapkan diri menjadi yang terbaik. Agar kamu segera menemukan pengisi kekosongan hatimu yang baru lagi.
Aku hanya ingin melihatmu bahagia. Meski definisi bahagia menurutmu itu bukan aku. Bukan si Aku yang bodoh ini. AKu hanya bayangan yang terjebak tafsiran kata. Lalu, aku akan pergi jauh. Dan tidak tau mau kemana. Mungkin aku akan kembali mencari Sang Waktu yang katanya bisa menyembuhkan segala luka. Selamat tinggal Kamu (kesekian kalinya)
~
Teorinya semudah itu ya. Beberapa bulan lalu aku juga mengatakan itu. Aku bilang kalau memikirkanmu hanya akan membuang waktuku. Tapi bukinya malah aku selalu ingin tau banyak tentangmu.
Kata orang-orang biarkan waktu menyembuhkan. Tapi kenapa sampai sekarang waktu belum juga menyembuhkan? Bahkan kadang semakin melukai. Apa ada yang salah? Atau karena aku masih selalu mencari tau segalanya tentangmu? Jadi waktu pun tidak mau menyembuhkan?
Teman pernah memintaku untuk mencari penggantimu. Tapi, bukan begitu caranya. Aku tidak mau menyakiti orang lain dengan cara yang sama kamu menyakitiku. Aku tidak setega itu. Aku tidak mau jika orangt itu menyayangi orang yang masih terjebak masa lalunya. Itu sangat menyakitkan. Aku tidak setega itu.
Terserah kalian menganggap apa aku ini. Kepandaian nalarku sudah hilang sejak aku mengenalmu. Dulu aku pandai matematika, pandai akuntansi, dan bahkan pandai menafsirkan definisi yang mungkin sulit untuk dipahami semua orang. Si aku yang pandai itu sudah lama pergi. Jejaknya menyisakan luka. Kenangannya meninggalkan debu. Kemudian terbang ke langit berganti menjadi aku yang bodoh. Haha, bisa begitu ya? Ada-ada saja aku ini.
Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai rasa. Tapi aku tidak pernah tau manusia macam apa kamu ini. Aku sudah berjuang, kamu dengan mudahnya mematahkjan itu semua. Lali, untuk apa kamu memberi peluang? Kalau kamu masih terus terjebak di masa lalumu. Kemudian, ketika masa lalumu pergi, kamu merangkak datang dengan hatimu yang kosong itu. Saat itu kukira aku siap mengisinya. Aku kira kamu akan membiarkanku mengisi kosong tersebut. Lagi-lagi, aku terlalu banyak berkhayal.
Kamu yang datang tadi tidak memintaku untuk menetap. Tapi kamu hanya mencari pembantu untuk rumahmu yang kosong itu. Tidak apa-apa, dan aku masih baik-baik saja. Setidaknya saat itu aku masih bisa menatap wajahmu setiap hari, membantumu menyiapkan diri menjadi yang terbaik. Agar kamu segera menemukan pengisi kekosongan hatimu yang baru lagi.
Aku hanya ingin melihatmu bahagia. Meski definisi bahagia menurutmu itu bukan aku. Bukan si Aku yang bodoh ini. AKu hanya bayangan yang terjebak tafsiran kata. Lalu, aku akan pergi jauh. Dan tidak tau mau kemana. Mungkin aku akan kembali mencari Sang Waktu yang katanya bisa menyembuhkan segala luka. Selamat tinggal Kamu (kesekian kalinya)
~
0 komentar:
Posting Komentar