Yogyakarta, 16 Januari 2019
Banyak yang bertanya tentangmu, Kak. Tentang bagaimana kabarmu sekarang, tentang kenapa kamu tidak pernah lagi mendominasi di tulisanku, Kak?
Anehnya, mereka malah lupa menanyaka kabarku. Apa aku baik-baik saja setelah kamu menghilang? Apa aku sudah bisa benar-benar melepasmu sekarang? Apa aku masih mencintaimu (misalnya)?
Mereka lucu sekali ya kak? Ingatnya sama kamu, mungkin mereka juga mengidolakan. Tapi sayangnya mereka lupa tentangku.
Padahal Kak, mereka pasti tidak tau kalau kenangan yang kulalui denganmu maknanuya sangat dalam, setidaknya untukku. Mereka tidak tau kalau saking dalamnya perasaan itu, aku sangat sulit melepaskan pada saat aku dipaksa harus melepaskan. Mereka pasti tidak tau betapa sulitnya dulu. Ketika aku benar-benar sangat rindu, tapi mati-matian bertahan untuk tidak menanyakan kabarmu. Mereka pasti tidak tau bagaimana rasanya aku berusaha agar tidak mencari tau di sosial media tentang semua yang berkaitan denganmu. Mungkin mereka tidak tau itu, jadi mereka menanyakan tentangmu. Ya, mungkin seperti itu.
Jadi mungkin juga mereka tidak tau bahwa melepaskanmu itu butuh hati yang besar. Sangat-sangat besar. Karena jika di tengah-tengahnya, tiba-tiba kamu menanyakan kabar, usahaku bisa langsung berantakan. Harus memulai dari awal lagi. Kembali kepalaku penuh dengan bayanganmu lagi.
Dan lagi, seberapa keras pun aku berusaha melupakanmu. Kadang kalau tiba-tiba ada lagu yang pernah kita nyanyikan terdengar, fragmen-fragmen kenangan tentangmu datang seperti ribuan jarum. Kalau sudah seperti itu bagaimana aku bisa melupakan?
Kalau ada yang melintas dan bentuk badannya mirip denganmu, tanpa sadar mataku mengikutinya dari belakang dan kadag berkata dalam hati "Mirip kamu Kak". Itu aku tau kalau bukan kamu, hanya saja mataku reflek dan batinku seolah memberi harapan kalau seandainya itu benar kamu.
Kalau tiba-tiba ada yang memiliki bau parfum seperti kamu lewat di depanku, aku langsung teringat betapa seringnya aku mengejek bau parfummu, bau pargum sejuta umat. Karena banyak yang mirip. Wangimu, suaramu, percakapan kita. Semua langsung melintas di pikiranku begitu saja.
Itu. Melepasmu. Iya, seberat itu.
Padahal teman-temanku banyak yang berkata aku tau tentang cinta, Kak. Paham benar teorinya. Bahwa pada saat aku memutuskan berhenti mencintai, pada saat itu juga, apa pun tentang mu aku berhenti melibatkan hati.
Bukannya teori memang dibuat lebih mudah dari praktek kan Kak? Prakteknya semua tidak semudah menghafalkan teorinya.
Kak, kita pernah nyaman berdua. Tertawa, berbagi cerita, berbagi lagu dan musik, menikmati teh dan kopi hangat (tentu saja aku selalu es teh dan kamu selalu kopi hangat), atau menghabiskan waktu bersama dengan membaca buku di kafe. Dua buku yang berbeda, tentu saja.
Mungkin memang hidup (dan cinta) itu seperti itu ya Kak? Kadang-kadang ada dua orang yang diberi kesempatan untuk meluangkap waktu yang sangat nyaman ketika bersama, berdua. Tetapi kesempatan bersama itu bukanlah bersama yang bersifat sepanjang usia. Mereka hanya diberikan waktu untuk menyimpan kenangan-kenangan keduanya untuk belajar mana yang baik untuk mereka lakukan dan mana yang bukan untuk pasangannya di masa depan (bukan untuk pasangannya yang sekarang). Hanya diberi kesempatan unuk merasakan bahwa cinta bisa sehangat itu, senyuman itu, tapi juga harus belajar tentang arti melepaskan jika harus melepaskan. Hanya diberi kesempatan menahan beratnya rindudi awal-awal ketika tidak lagi bersama, sampai mereka bisa benar-benar melepaskan.
Tetapi, tidak apa. Pada akhirnya, mau tidak mau, seseorang akan dipaksa melepaskan sesuatu yang bukan untuknya. Seperti kamu, yang seberapapun aku nyaman bersamamu, seberapa ingin aku bersamamu. Seberapa inginnya aku menua bersamamu, berbagi cerita, menikmati teh dan kopi sepulang kerja denganmu. Pada akhirnya, kalau memang bukan untukku, mau tidak mau, aku harus melepasmu.
Bagaimana ya...
Aku yakin Kakak sudah bahagia sekarang. Aku tadi melihat sosial mediamu. Dulu mungkin aku langsung patah saat melihatnya. Tapi sekarang, setelah sekian lama, setelah usahaku untuk melepaskan sudah berhasil, entah kenapa melihatmu bahagia justru aku juga ikut bahagia. Cinta memang benar-benar aneh ya Kak? Meskipun perasaannya sudah tidak ada, tapi masih tetap bisa ikut bahagia jika orang yang pernah kita cinta berbahagia. Mungkin itu cinta yang sebenernya, Kak. Karena ada juga yang namanya obsesi memiliki, yang seolah mencintai, padahal hanya sekedar obsesi. Biasanya, perasaan seperti ini rapuh, Kak. Terlalu mudah patah hati.
Aku nanti juga pasti bahagia karena seperti katamu, kita tetap akan bahagia; bisa sendiri-sendiri, atau bersama. Aku percaya pada bahagiamu, seperti kamu percaya pada bahagiamu. Dan kalau ada yang bertanya kenapa aku menuliskan ini dan mengingatmu sampai mencari tau tentangmu; karena malam ini, setelah sekian lama kamu absen dari pikiranku, tiba-tiba lagu itu diputar di sebuah kafe.
Kemudian kamu hadir kembali.
Itu lagu kesukaan kita, Kak.
Dulu.
Dan lagi, seberapa keras pun aku berusaha melupakanmu. Kadang kalau tiba-tiba ada lagu yang pernah kita nyanyikan terdengar, fragmen-fragmen kenangan tentangmu datang seperti ribuan jarum. Kalau sudah seperti itu bagaimana aku bisa melupakan?
Kalau ada yang melintas dan bentuk badannya mirip denganmu, tanpa sadar mataku mengikutinya dari belakang dan kadag berkata dalam hati "Mirip kamu Kak". Itu aku tau kalau bukan kamu, hanya saja mataku reflek dan batinku seolah memberi harapan kalau seandainya itu benar kamu.
Kalau tiba-tiba ada yang memiliki bau parfum seperti kamu lewat di depanku, aku langsung teringat betapa seringnya aku mengejek bau parfummu, bau pargum sejuta umat. Karena banyak yang mirip. Wangimu, suaramu, percakapan kita. Semua langsung melintas di pikiranku begitu saja.
Itu. Melepasmu. Iya, seberat itu.
Padahal teman-temanku banyak yang berkata aku tau tentang cinta, Kak. Paham benar teorinya. Bahwa pada saat aku memutuskan berhenti mencintai, pada saat itu juga, apa pun tentang mu aku berhenti melibatkan hati.
Bukannya teori memang dibuat lebih mudah dari praktek kan Kak? Prakteknya semua tidak semudah menghafalkan teorinya.
Kak, kita pernah nyaman berdua. Tertawa, berbagi cerita, berbagi lagu dan musik, menikmati teh dan kopi hangat (tentu saja aku selalu es teh dan kamu selalu kopi hangat), atau menghabiskan waktu bersama dengan membaca buku di kafe. Dua buku yang berbeda, tentu saja.
Mungkin memang hidup (dan cinta) itu seperti itu ya Kak? Kadang-kadang ada dua orang yang diberi kesempatan untuk meluangkap waktu yang sangat nyaman ketika bersama, berdua. Tetapi kesempatan bersama itu bukanlah bersama yang bersifat sepanjang usia. Mereka hanya diberikan waktu untuk menyimpan kenangan-kenangan keduanya untuk belajar mana yang baik untuk mereka lakukan dan mana yang bukan untuk pasangannya di masa depan (bukan untuk pasangannya yang sekarang). Hanya diberi kesempatan unuk merasakan bahwa cinta bisa sehangat itu, senyuman itu, tapi juga harus belajar tentang arti melepaskan jika harus melepaskan. Hanya diberi kesempatan menahan beratnya rindudi awal-awal ketika tidak lagi bersama, sampai mereka bisa benar-benar melepaskan.
Tetapi, tidak apa. Pada akhirnya, mau tidak mau, seseorang akan dipaksa melepaskan sesuatu yang bukan untuknya. Seperti kamu, yang seberapapun aku nyaman bersamamu, seberapa ingin aku bersamamu. Seberapa inginnya aku menua bersamamu, berbagi cerita, menikmati teh dan kopi sepulang kerja denganmu. Pada akhirnya, kalau memang bukan untukku, mau tidak mau, aku harus melepasmu.
Bagaimana ya...
Aku yakin Kakak sudah bahagia sekarang. Aku tadi melihat sosial mediamu. Dulu mungkin aku langsung patah saat melihatnya. Tapi sekarang, setelah sekian lama, setelah usahaku untuk melepaskan sudah berhasil, entah kenapa melihatmu bahagia justru aku juga ikut bahagia. Cinta memang benar-benar aneh ya Kak? Meskipun perasaannya sudah tidak ada, tapi masih tetap bisa ikut bahagia jika orang yang pernah kita cinta berbahagia. Mungkin itu cinta yang sebenernya, Kak. Karena ada juga yang namanya obsesi memiliki, yang seolah mencintai, padahal hanya sekedar obsesi. Biasanya, perasaan seperti ini rapuh, Kak. Terlalu mudah patah hati.
Aku nanti juga pasti bahagia karena seperti katamu, kita tetap akan bahagia; bisa sendiri-sendiri, atau bersama. Aku percaya pada bahagiamu, seperti kamu percaya pada bahagiamu. Dan kalau ada yang bertanya kenapa aku menuliskan ini dan mengingatmu sampai mencari tau tentangmu; karena malam ini, setelah sekian lama kamu absen dari pikiranku, tiba-tiba lagu itu diputar di sebuah kafe.
Kemudian kamu hadir kembali.
Itu lagu kesukaan kita, Kak.
Dulu.
0 komentar:
Posting Komentar